Gunung Gede |
Gunung Gede diselimuti oleh hutan pegunungan, yang mencakup zona-zona submontana, montana, hingga ke subalpin di sekitar puncaknya. Hutan pegunungan di kawasan ini merupakan salah satu yang paling kaya jenis flora di Indonesia, bahkan di kawasan Malesia.
Gede Mount |
Setiba di kediaman sang porter, segera kita repacking barang barang untuk pendakian. Setelah selesai sedikit briefing untuk perjalanan besok pagi, rencananya kita akan melalui rute puncak Sela untuk menuju Gn Gede lalu turun melalui Surya Kencana dan Gn Putri. Kita mulai istirahat sekitar pukul 00:10 dan bangun pukul 04:00 hari sabtu 9 Mei 2009. Setelah persiapan dan berdoa, perjalanan pendakian dimulai dengan dipimpin para porter sebagai penunjuk jalan.
(9 Mei 2009) Awal pendakian Awal perjalanan serasa berat banget padahal hanya jalan sedikit najak melewati areal perkebunan, mungkin karena baru bangun tidur. Namun lama kelamaan mulai terbiasa. Sesampai di areal perkebunan milik salah seorang porter, sambil menunggu teman yang masih dibawah, sang pemilik kebun memetik beberapa sayur brokoli untuk dijadikan santapan di camp.
Setelah berkumpul, langsung melanjutkan perjalanan. Pagi yang cerah menyambut kedatangan kita. Sekitar pukul 06:15 kita mulai memasuki hutan. Suasana pagi yang cerah menjadi cukup gelap karena banyak pepohonan tinggi. Rute yang kita lewati bukan rute yang biasa dilewati para pendaki. Bahkan kala itu hanya kita yang melewati rute itu. Tak jarang kita harus membuka jalan dan menggerus tanah untuk pijakan kaki karena tanjakanya cukup curam. Sekitar pukul 07:20 kita beristirahat sejenak sambil menunggu yang masih dibelakang.
Sambil beristirahat sambil menikmati segarnya alam pegunungan. Banyak pohon pohon tinggi, tanaman tanaman berselimutkan lumut, bunga bunga aneh, dan banyak lagi.
Setelah istirahat cukup dan rombongan berkumpul, kita melanjutkan perjalanan. Posisi jalan semakin menanjak, rerumputan semakin rimbun dan posisi jalan agak susah yang mengharuskan kita untuk sering membuka jalan dan membuat pijakan kaki. Setelah kurang lebih berjalan 2 jam, akhirnya sampai tempat istirahat dimana kita akan menyiapkan santap siang serta memulihkan tenaga. Api unggun dari kayu telah dibakar agar ketika istirahat tidak terlalu dingin.
Diguyur hujan lebat
Tak lama menurunkan backpack dan menjulurkan kaki untuk istirahat, kami disambut dengan hujan yang cukup lebat. Petirpun ikut melengkapi dengan irama dan intonasi yang sangat serasi. Segera kami mendirikan bivak dari flysheet untuk melindungi barang bawaan kami. Beberapa dari kami menjaga api unggun agar tetap menyala dengan menutup atas api unggun dengan plastik yang cukup lebar serta membuat aliran air agar area bivak tidak di aliri air. Dengan ditemani hujan yang cukup lebat, kami menggelar matras dan membuka peralatan dapur. Kami mulai bahu membahu mempersiapkan makan siang. Satu setengah jam kemudian sekitar pukul 11:30 hindangan siap untuk disantap. Dengan ditemani hujan yang mulai berhenti kami menyantap hidangan yang cukup mewah dibanding dengan pendaki yang lain. Saya juga baru kali ini mendaki gunung dengan hidangan yang berbeda. Masak nasi, goreng dendeng, minum wedang jahe, tak ketinggalan menu wajib pendakian “mie instant” ditambah sarden. Biasanya orang ga mau susah, masak yang instant instant saja.
Selesai menyantap makan siang, hujanpun reda. Bersih bersih alat dapur, repacking, dan siap melanjutkan perjalanan kembali. Belum lama selesai mempersiapkan perlengkapan, kami didatangi seekor lintah raksasa (mungkin) yang sedang berjalan disekitar bivak. Kalau diukur kira kira sekitar panjang 20-25cm diameter 1-1,5cm. Sangat besar untuk ukuran penghisap darah yang mungkin juga belum menghisap darah siapa siapa. Dengan ukuran yang cukup besar gerakanyapun cukup gesit. Namun sayang ga sempat ambil kamera untuk mengabadikan bentuk lintah tersebut.
Puncak Sela
Sekitar pukul 12:30 kamipun melanjutkan perjalanan. Perjalanan semakin menantang, tanah tanah jadi becek, tanjakan juga semakin miring karena hampir mencapai puncak Sela. Dalam perjalanan masih sesekali duakali di sambut baik oleh makhluk tanpa tulang belakan pengisap darah yang ukuranya gak kalah besar dengan yang pertama ditemui. Selang 2 jam akhirnya kita pun mencapai puncak Sela. Di sekitar puncak tidak terlihat apa apa karena hanya diselimuti kabut dan awan. Karena sangat kelelahan setelah menanjak kita memutuskan istirahat sejenak sambil menikmati pencapaian puncak Sela.
Istirahat ga terlalu lama, yang penting beberapa kalori pulih dan siap dibakar untuk menuruni bukit Sela menuju tempat camp deket tebing diatas kawah yang dinamakan pasir Pangrango. Eits… jangan buru buru turunnya, tingkat kemiringan ketika menuruni bukit Sela sekitar 80 derajat. Jarak pijakanya juga lumayan agak tinggi. Tak jarang harus turun dengan membalik badan atau duduk di tanah agar dapat turun pelan pelan. Kadang kadang ada pohon yang digunakan untuk berpegangan ketika menuruni tanjakan yang patah karena sudah lapuk. Setelah menuruni bukit yang curam, terdapat area yang cukup datar, dari situ kita seharusnya bisa melihat kawah. Namun karena kabut tebal, kami hanya melihat awan putih yang menyelimuti gunung. Sambil menunggu semua agar berkumpul kami beristirahat di lokasi bekas tempat camp. Disamping itu kita juga harus menyiapkan tenaga juga untuk melewati tanjakan lagi.
Menuju Pasir Pangrango
Sekitar pukul 15:10 kami sudah berkumpul dan siap melanjutkan perjalanan. Perjalanan agak melambat karena tanjakan dan jalan setapak semakin tidak terlihat karena rerumputan yang agak tinggi. 20 menit berjalan tak terasa sudah terlihat tebing pasir Pangrango. Segera kita menurunkan backpack dan menikmati indahnya pemandangan. Namun sebagian menuju tempat camp untuk mendirikan tenda dan mempersiapkan makan malam. Dari sini dapat terlihat gagahnya gunung Pangrango dan kokohnya gunung Gede. Di area sini juga kadang semburan belerang dari kawah sangat menyengat di hidung. Kitapun harus menutup hidung dan mata ketika semburan asap belerang ada di sekitar kita. Tebing disini sangat curam, tingkat kemiringanya sekitar 50-70 derajat pada ketinggian sekitar 2,500 meter.
Disini kita bisa secara langsung melihat keagungan Tuhan Semesta Alam. Mungkin juga bisa sebagai tempat instrospeksi diri. Betapa kecilnya kita dibandingkan dengan apa yang ada di hadapan kita. Namun kita sering lupa, melupakan kewajiban terhadap Yang Kuasa. Ya Tuhan, maafkanlah segala dosa kami yang kami sengaja maupun tidak. Kami hanyalah makhuk kecil yang tidak memiliki daya dan upaya terhadap ketetapan-Mu. Selamatkan kami dunia dan akhirat. Amin.
Tenda dan Istirahat Malam
Selanjutnya kami menuju tenda, unpacking, lalu mempersiapkan makan malam. Tak lupa kami bersih bersih, bahkan ada yang mandi, karena tak jauh dari tempat kita camp terdapat mata air. Tidak banyak pendaki yang tahu mengenai hal ini. Kalau banyak yang tahu, mungkin sudah menjadi ladang sampah seperti jalur dari Cibodas. Matras yang kotor karena hujan sebelumnya kita cuci, perlengkapan dapur kita cuci, bersyukur kita mendapatkan air dilokasi ini.
Hidangan malam ini cukup istimewa, menu kali ini adalah: Nasi Liwet, Sayur brokoli, Indomie (Menu Wajib) + Kornet, Sarden ABC, Ayam Goreng, serta orak arik telor, plus teh jahe anget. Hmm… yummy… Setelah makan malam, sambil minum kopi, kita bincang bincang mengenai perjalanan tadi. Intinya sangat lelah tapi puas . Selesai bincang bincang, sekitar pukul 20:00 kami menggelar matras, membuka sleeping bag, dan mengenakan jacket bersiap siap untuk mimpi indah mempersiapkan tenaga untuk esok hari menuju puncak gunung Gede.
10 Mei 2009, Menuju Puncak Gunung Gede
Allahu Akbar, Allahu Akbar…. Adzan subuh berkumandang dari blackberry teman kita, Andha. Setelah adzan selesai berkumandang, Adzan pun berkumandang lagi, lagi, dan lagi. Arrrgghhh… akhirnya mau tak mau kitapun harus bangun dengan beratnya mengangkat pundak yang mulai keram keram. Dan sang majikan blackberry berhasil mematikan alarm. Sejenak mempersiapkan ruh untuk kembali ke kehidupan nyata serta bersyukur masih diberikan kesempatan menghirup udara pagi pegunungan. Hati dan jiwa pun siap untuk menjalani petualangan berikutnya.
Pagi pagi gini enaknya menyruput kopi atau teh jahe anget. Sambil mempersiapkan sarapan pagi, repacking biar gak buru buru nantinya. Menu sarapan hampir sama dengan kemarin, karena harus menghabiskan stok makanan. Namun yang beda hari ini yaitu memasak kacang ijo. Kacang ijo dimasak untuk di buat bubur ama puding untuk santapan siangnya. Setelah selesai sarapan, lalu packing backpack, tenda, juga tak lupa mengemasi sampah sampah untuk dibawa turun gunung.
Diawali dengan doa, perjalananpun dimulai kembali sekitar pukul 09:30. Pundak, paha, betis yang mulai keram keram sedikit demi sedikit mulai relaks setelah menjalani pendakian lagi. Tetep, namanya tanjakan tetep memaksa kita untuk berhenti sejenak melepas lelah. Dari camp menuju gunung Gede belum ada jalan setapak yang bisa mengantarkan kita ke puncak. Maka dari itu agar tidak tersesat sang penunjuk jalan membuka jalan dengan memotong semak semak dan pohon serta meninggalkan jejak berupa tali rafia di kaitkan di pohon dimana dia lewat.
Sampai Puncak gunung Gede (2,958 meter)
Sekitar pukul 10:20 mulai terdengar suara suara orang banyak terdengar dari atas kita. Berarti pertanda puncak sudah dekat. Tak lama jalan, akhirnya ketemu jalur pendakian yang bermuara di Cibodas. Disini kita bertemu banyak pendaki. Ada yang satu rombongan sampai 208 orang. Ada juga yang hanya 2 orang yang hanya mengenakan tas kecil dan celana pendek. Yah begitulah gaya bule. Bule dari belanda ini sedang liburan kelulusan kuliah.
Tak lama kemudian, jalan setapak disekitar lereng puncak gunung Gede terlihat. Walopun sangat lelah, kami jadi tambah semangat untuk menuju puncak. Sesampai di ketinggian 2900 meter pada pukul 10:45, kita beristirahat sambil menikmati keindahan alam semesta ini. Namun sayang cuaca kurang bagus, yang terlihat hanya kabut dan awan tebal membuat pandangan tidak begitu jauh.
Diguyur Hujan Lebat (lagi)
Akhirnya sampai puncak. Namun tidak berselang lama setelah ngobrol dan beristirahat. Tiba tiba kabut dingin menerpa dari bawah. Tak lama setelahnya Hujan cukup lebat, Kami segera membangun bivak dari flysheet agar barang bawaan kami tidak basah. Ada juga yang langsung mengenakan rain coat dan menutup backpack. Agar pulangnya tidak kemalaman setelah hujan cukup mereda kami langsung bergegas menuju Surya Kencana.
Surya Kencana
12:15, Dari puncak gunung gede menuju Surya Kencana jalanya lumayan cukup bagus dibandingkan dengan jalur Puncak Sela karena memang ini jalur umum para pendaki. Perjalanan hanya sekitar 45 menit sampai ke tempat membangun bivak untuk beristirahat serta mempersiapkan makan siang. Tak lama hujan mengguyur lagi. Yah lumayan lah jadi bisa menadah air hujan untuk masak ketimbang pake air mineral botol.
Di sini kita menghabiskan sisa sisa perbekalan yang dibawa. Yang gampang seperti biasa menu utama Indomie, nasi liwet, telur dadar, dendeng goreng, sarden, bihun rebus, juga tempe goreng, dan yang selalu melengkapi teh anget plus jahe. Yang special kali ini adalah ditambah bubur kacang hijau puding kacang hijau plus telor. Tadinya ngrasa aneh aja masak puding pake telor. Tapi ternyata rasanya maknyuss… pudingnya jadi padat. Thanks Andha atas resepnya.
Padang Edelweiss Surya Kencana (2,750 m)
Selesai makan siang, dan setelah kemas kemas serta masih dalam keadaan gerimis kami melanjutkan perjalanan. Tak jauh dari situ sampai di Padang Edelweiss yang sangat luas. Dari sini kita dapat melihat puncak Gn Gede dari sisi baliknya Pasir Pangrango.
Downhill through Putri Mt.
Lebih dari satu jam waktu kita habiskan untuk menikmati padang edelweis Surya Kencana dengan ditemani rintik rintik gerimis. Kami harus segera bergegas untuk menuruni bukit. Awal memasuki hutan kita sudah disambut dengan jalanan yang becek dan licin. Awalnya medan belum begitu berat karena belum memasuki tanjakan. Walopun begitu, kita tetep berusaha ngebut untuk mengejar jangan sampai malam masih didalam hutan. Tak jarang beberapa dari kami terpeleset karena licinya medan. Di area ini tanjakanya cukup miring dan cukup tinggi. Mungkin akan terasa cukup berat jika pendakian dilakukan melalui rute ini.
Hari mulai gelap, sekitar pukul 17:30 masih ditengah hutan. Kita bertemu dengan rombongan pendaki dari Tangerang. Disitu kita istirahat sejenak sambil menunggu yang masih tertinggal.
Menuju Kegelapan
Sejenak rombongan berkumpul semua, kita melanjutkan perjalanan. Perjalanan tanpa pencahayaan masih dapat dilakukan. Kita masih bisa bergegas melewati rintangan tanjakan terjal dan licin. Kabut pun turut melengkapi perjalanan kami. Meskipun gak terlalu tebal, lumayan mengganggu jarak pandang juga.
Lambat laun, kita berjalan tidak terlalu cepat. Jarak pandang semakin pendek. Bunyi gemuruh serangga semakin terdengar kencang. Cahaya perlahan lahan meninggalkan kita. Kegelapan menyambut perjalanan kita. Lampu senter pun kita nyalakan. Namun begitu tidak seperti ketika cahaya masih ada, kita berjalan semakin lambat. Keterbatasan jumlah lampu senter juga membuat kami harus berbagi cahaya satu sama lain. Yang jalan duluan mencari jalan setelah itu memberikan cahaya ke belakang agar teman yang dibelakang dapat melewati jalan. Untuk saling menjaga satu sama lain, kita berjalan berdekatan. Yang terpenting “Alon alon asal klakon”.
Perjalanan tidak cukup mudah untuk kita lewati. Jalan pun mulai susah dilewati karena licin dan tingginya tanjakan. Terpeleset? sering, dari sini beberapa dari kami sering terpeleset. Kucoba iseng mematikan lampu senter. Busettt.. guelapnya minta ampun. Ini bisa meraba raba kalau ga ada lampu senter bisa bisa malah ngecamp lagi kalo ga ada senter.
Tangga Turunan
Karenan harus jalan meraba raba, kita berjalan agak berdekatan. Rombongan pendaki dari Tangerang juga bareng turun sehingga jalanya agak rame, ga begitu sunyi. Bahkan kalau ada kawan yang kepleset malah jadi bahan tertawaan. Tak lama kita mendapati tangga turunan, pertanda sudah tak jauh lagi. Semangatpun membara bara, sampai sampai menuruni tangga agak dipercepat temponya.
Huh… karena tangganya agak tinggi tempo berjalan pun mulai melambat, nafas pun ikut putus putus juga, pundak ikutan keram keram. Yah tarik nafas dulu bentar, sambil melemaskan pundak. Seteguk dua teguk air menggelontor melalui tenggorokan. Ahh… segernya…
Weitss… tunggu dulu… masih jauh ini…
Lalu kita lanjutkan perjalanan, langkah demi langkah mulai kuangkat kakiku yang sudah sempoyongan. Prinsipnya asalkan masih bisa mengangkat kaki kedepan sudah cukup, masalah kuat nahan badan atau gak urusan belakangan. Tangga turunan ternyata tak secepat yang dibayangkan. Masih banyak tangga tangga yang lain menunggu dibawah. Fyuh… tak apa lah selama masih mampu mengangkat kaki.
Lalu kita lanjutkan perjalanan, langkah demi langkah mulai kuangkat kakiku yang sudah sempoyongan. Prinsipnya asalkan masih bisa mengangkat kaki kedepan sudah cukup, masalah kuat nahan badan atau gak urusan belakangan. Tangga turunan ternyata tak secepat yang dibayangkan. Masih banyak tangga tangga yang lain menunggu dibawah. Fyuh… tak apa lah selama masih mampu mengangkat kaki.
Setelah melewati pos yang hancur, masih ada beberapa tangga lagi. Setelah jalan beberapa menit sudah kelihatan tangga yang terakhir. Tangga terakhir ga terlalu curam, namun agak memutar jauh. Tak apa lah anggep saja bonus.
Selesai menuruni tangga, ada tempat yang cukup luas untuk beristirahat. Kita menunggu kawan yang masih dibelakan ditempat ini. Bersama kawan kawan pendaki dari Tangerang kita istirahat disini tepatnya pada pukul 19:00. Dari sini juga sudah terlihat perkebunan perkebunan.
Kita istirahat cukup lama disini, sekitar 25 menit. Sampai sampai badan menggigil kedinginan karena gak gerak gerak. Sudah cukup istirahat, kita lanjutkan perjalanan. Kali ini jalanya sudah enak, tinggal jalan disamping perkebunan. Ada sungai kecil mengalir air gunung sangat jernih merayuku tuk mencicipinya. Dengang senang hati kuteguk air sungai itu. Brrr… duingin euy… swegerr…
Bulan purnama dengan tersenyum dan wajah sumringah menyambut kedatangan kami. Walaupung langit disebelah barat dan utara petir petir saling beradu saling menabuh genderang, tetapi dari timur kita diterangi bulan purnama.
Huaaaahhh… senang rasanya sudah melewati petualangan ini dengan tanpa halangan suatu apapun. Hujan bagi kita bukan suatu halangan, tapi adalah kawan perjalanan.
Pukul 20:30 kita sampai di rumah penduduk. Langsung men-slonjorkan kaki masing masing. Sambil menunggu sate ketan, beberapa membersihkan diri. Mandi??? ya iya lah… syumpah dinginya serasa dikuliti. Demi memulihkan kesegaran tak apa lah tar dirumah langsung pingsan.
Yah demikian petualangan kita di gunung Gede melalui rute puncak Sela, Gn Gede, Surya Kencana, Gn Putri.
Salam,
disempurnakan source http://fakta-dan-unik.blogspot.com & http://teguhtriharto.blogspot.com
No comments:
Post a Comment