Malam telah tiba. Bintang bertaburan menghiasi lagit malam kelam, tetapi tak terlihat bulan yang menerangi indahnya malam seperti biasanya. Aku pun membuka tirai kamarku. Halo semua, namaku Mona Liarta. Sejak kecil, aku sudah tinggal di Panti Asuhan Harapan Kasih. Aku enggak tau, kenapa aku bisa di sini. Kata Bunda Nerta, pemilik panti asuhan, aku ditemukan di bawah pohon mangga samping tembok besar panti asuhan yang membatasi antara taman dan jalan raya. Saat itu, aku masih bayi berusia sekitar satu minggu. Hari itu sedang turun hujan dengan sangat deras. Bunda Nerta yang mendengar tangisanku, langsung membawaku dan merawatku hingga sekarang.
Sekarang aku sudah berusia tujuh belas tahun. Selama tujuh belas tahun, aku hidup dan dibesarkan di panti asuhan ini bersama Bunda Nerta dan Bunda Kirana, adik kandungnya. Selain ada dua bunda yang cantik dan baik hati, di sini juga ada Pak Abdul, tukang kebun sekaligus satu-satunya orang yang juga bertugas menjaga keamanan sekitar panti asuhan ini. Aku juga punya banyak teman yang baik. terlebih aku punya seorang sahabat yang sangat aku sayangi. Namanya Ina Sunerti. Selain cantik dan manis, ia juga pandai dan baik hati. maka tak jarang banyak banget orang yang suka sama dia. Terkadang, aku iri sama dia. Namun, meski begitu, ia tetap mau menerima keadaanku apa adanya. Akan tetapi, keadaannya telah berubah. Sekarang ini hubunganku dengannya sedang enggak baik. Gimana enggak? Gara-gara kecelakaan dua tahun lalu, Ina udah enggak mau ngomong sama aku dan terus merasa bersalah.
Semua ini terjadi saat panti asuhan mengadakan suatu ziarah ke Bandung. Saat di Bandung, ada acara bebas. Aku dan Ina memutuskan untuk jalan-jalan sekitar penginapan. Tapi, ketika ingin pulang ke penginapan, jalanan sepi. Maka Ina berlari mendahuluiku. Ina enggak melihat kanan kirinya. Tiba-tiba dari arah kanan melajulah sebuah mobil sedan biru dengan kecepatan penuh. Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari dan mendorong Ina agar terhindar dari mobil itu. Tapi apa kata, malah aku yang tertabrak. Seketika, darahku mengucur keluar dimana-mana. Supir mobil sedan biru itu kabur meninggalkan Ina dan aku begitu saja. Ina menjadi sangat panik. Dan aku sudah enggak sadarkan diri. Ina berteriak meminta tolong. Untung saja semuanya datang dan langsung membawaku ke rumah sakit terdekat.
Sejak kejadian tragis itu, aku sempat mengalami gagar otak ringan selama kurang lebih satu setengah tahun. Gara-gara itu, aku mengalami kelumpuhan sementara. Maka dari itu, aku harus duduk di kursi roda. Semua kegiatanku, kulakukan di kursi roda itu. Aku sangat berharap, Ina bisa tersenyum saat melihat aku sehat-sehat saja. Sampai sekarang, aku masih ingin, Ina yang mendorong kursi roda ini, menemaniku terapi jalan agar aku dan dia bisa jalan-jalan dan bermain seperti dulu. Tapi sepertinya, itu hanya mimpiku yang bodoh. Ina enggak mungkin mau seperti dulu. Dia udah berubah total. Dimulai dari cara berpakaian, cara berjalan, berperilaku dan berbicara. Semuanya menjadi sangat liar. Seakan itu bukan Ina Sunerti yang aku kenal.
Aku pusing bukan kepalang untuk mengembalikan Ina yang dulu. Tapi itu sangat sulit. Boro-boro mengembalikan Ina yang dulu, ngobrol aja susahnya minta ampun. Padahal, aku enngak pernah marah atau bahkan benci sama sahabatku sendiri. Itu alami kecelakaan! Ya Tuhan kenapa Ina enggak pernah sadar akan hal ini? Apakah hatinya yang beku itu, tidak bisa dicairkan kembali menjadi Ina Sunerti yang dulu? Bantulah aku Ya Tuhan untuk melewati cobaan ini. Aku mohon Ya Tuhan. Aku percaya, suatu hari nanti sahabatku akan segera kembali seperti dulu lagi.
Berbulan-bulan pun berlalu. Tahun demi tahun berjalan terlalu cepat bagiku. Rasanya baru kemarin aku ditampar Ina karena aku terus-terusan mencoba mengingatkan kenanganku dengannya. Aku tak menyangka, kata demi kata kotor dan menyakitkan keluar dari mulutnya. Dan akhirnya, aku pun menyerah. Aku pasrah dan menyerahkan semua ini kepada Tuhan. Apapun yang terjadi, aku terima. Mungkin itu yang terbaik untuk persahabatanku dengan Ina Sunerti.
Ternyata, Tuhan tak pernah meninggalkan aku sendirian. Dan Ia telah menjawab pertanyaan-pertanyaanku atas masalahku ini. Hari ini, aku terkejut dengan perubahan Ina yang sangat mendadak. Tiba-tiba saja, mataku tak bisa berkedip sedetik pun sejak bangun pagi tadi. Siapa yang sangka, Ina yang tadinya berpenampilan berantakan dan liar, kini ia telah berubah seperti Ina yang dulu. Ia telah kembali ramah lingkungan sesamanya, termasuk aku. Ia sudah mau menemaniku berobat dan melakukan semuanya bersama-sama lagi. Terkadang, aku masih bingung dan bertanya tentang perubahannya itu. tapi, ia hanya membalasnya dengan senyuman indah yang pernah ia berikan kepadaku sebelumnya lalu berkata, "ini semua adalah jawaban dari Tuhan yang masuk ke dalam mimpiku sebulan terakhir ini."
Aku pun sangat terkejut namun senang. Kini aku merasa bahagia menjadi perempuan berkursi roda yang paling beruntung sedunia. Seolah ada kekuatan baru dalam diriku. Aku rajin terapi dan semangat menghadapi setiap cobaan yang datang ke hidupku. Berkat semuanya ini, kini aku sudah dinyatakan sembuh total secara jasmani dan rohani. Aku sudah bisa berjalan dengan menggunakan kakiku lagi. Ya, aku sudah lepas dari kursi roda yang membatasi gerakanku. Aku benar-benar sangat bersyukur atas semua berkah ini. Berkah yang sangat indah. Meski aku tidak pernah tahu, siapa aku sebenarnya dan siapa orang tuaku. tapi, sekarang itu tidak menjadi penting lagi. Yang terpenting bagiku adalah keluargaku di Panti Asuhan Harapan Kasih....
Saturday, July 24, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment